masukkan script iklan disini
Menguak Kasus
Jual Beli Tanah Negara, Tenjojaya
Sukabum-MNi/Bak
mercusuar, kasus jual beli tanah negara bekas Hak Guna Usaha (HGU) dari bekas Perkebunan PT.Tenjojaya seluas 299,433 Ha di Desa
Tenjojaya, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi yang bergulir di Kejaksaan
Tinggi Jawa Barat mendapat sorotan tajam para aktivis Sukabumi. LSM Gerakan
Aktivis Penyelamat Uang Negara (GAPURA) RI turut mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa
Barat untuk memeriksa dan menangkap mantan Bupati Sukabumi, Sukmawijaya yang
dianggap bertanggungjawab atas kasus tersebut.
Sebelumnya,
rombongan aktivis tersebut turut meminta ketegasan sikap BPN Sukabumi untuk
membongkar aktor intelektual dibalik kasus Tenjojaya itu, “sederhana, status
dari HGU ke HGB itu atas rekomendasi siapa sehingga BPN berani melakukan itu?”
tegas Ketua Umum LSM GAPURA RI, Hakim Adonara dalam dialog terbuka dengan BPN
Sukabumi pada Selasa (23/02/2016). Hakim mengaku pihaknya sangat faham betul
konstruksi kasus jual beli tanah negara eks HGU PT.Tenjojaya tersebut, karena
pihaknyalah yang menyusun laporan hukum atas kasus tersebut.
Ketua
GAPURA itu menjelaskan, dalam laporan hukum terdapat empat item statistic data
kasus Tenjojaya yang diberikan kepada pihak penegak hukum yakni Kejaksaan
Agung, Kejaksaan Tinggi Jabar, Kejari Cibadak, Indonesia Corruption Watch (ICW),
dan Redaksi TVOne. Hakim bersama anggota ICW turut memantau estafet jalannya
penyelidikan dan penyidikan perkara di lingkungan kejaksaan. Laporan hukum atas
kasus tersebut, menurut Hakim, terdapat dugaan penyalahgunaan jabatan, penipuan terhadap negara, pemalsuan atau rekayasa dokumen yang menyebabkan
adanya dugaan kerugian negara puluhan miliar rupiah. Dasar laporannya, kata Hakim, disebabkan
masyarakat petani Desa Tenjojaya memiliki hak
yang sah secara yuridis sebagai penggarap lahan seluas 299,433 Ha tersebut,
“masyarakat petani Desa Tenjojaya kan sudah memohon hak garap sejak tahun 1997
dan bahkan sudah disetujui oleh pemerintah pusat pada Tanggal 24 Noveber 1997 yang selanjutnya melalui Surat
Redis (Peninjauan Permohonan,Red) oleh Gubernur Jawa Barat kepada Bupati Sukabumi pada Tanggal 02
April 1998, selain itu sebelum status HGU tersebut habis pada 2003 lalu, warga
petani Tenjojaya sudah menerima hak prioritas melalui Surat Garapan Tanah dari Komisaris Utama atau
Pemegang Saham Mayoritas PT.Tenjojaya yakni Sdra. Tirtajaya SH yang diberikan pada Tanggal 27
Februari 2001 dan pada Tanggal 20 Juni 2002, itu landasan formil masyarakat
petani, dan Bupati saat itu tentunya tau karena sudah ada redis sebelumnya”
jelas Hakim.
Dalam
pernyataannya, Ketua Umum GAPURA RI itu menyebutkan empat persoalan utama dalam
isi laporan kasus tanah Tenjojaya yang tidak bisa lepas dari keterlibatan dan
tanggungjawab eks Bupati, Sukamawijaya. Pertama, dilihat dari statistik data
dan kronologis, Hakim menyatakan, semua pihak hanyalah korban atas
persekongkolan birokrasi. “Pertama, BPN Sukabumi menerbitkan sertifikat yang
diduga bodong pada Tanggal 10 Juli 2012 atas nama orang lain dan dan ada yang
dari daerah lain dengan alasan hak prioritas tanpa melakukan kroscek terhadap
petani penggarap setempat di Desa Tenjojaya, didukung oleh perbuatan pemerintah
desa setempat melalui rekomendasi ke BPN untuk penerbitan sertifikat tersebut,
disini ada kekeliruan kalau menyebutkan bahwa pemalsuan nama-nama itu adalah
perbuatan pengusaha, sebab kami sendiri memiliki bukti bahwa itu dilakukan oleh
seseorang, hanya saja disini perlu kejelian penyidik bahwa siapa yang membayar
dan siapa yang menyetujui pajak atas tanah tersebut sejak habisnya masa HGU
pada 2003 lalu itu, kami percaya penyidik Kejaksaan Tinggi Jawa Barat lebih
faham soal itu karena disitulah unsur kerugian negaranya dapat ditemukan” kata
Hakim.
Persoalan
kedua, lanjut Hakim, dugaan manipulasi data atas dana konpensasi dari PT.Tenjojaya
untuk pembayaran
tegakan atau pohon milik petani penggarap
yang dilampiri dengan Surat Pernyataan Pelepasan Garapan milik petani penggarap
atas tanah ratusan hektar tersebut seolah-olah petani penggarap menyetujui penglepasan
tanah garapan mereka, dari
sinilah kemudian muncul dalih pembebasan untuk mempermudah penjualan tanah
kepada PT.Bogorindo Cemerlang, “konyolnya, ini diakui oleh BPN Sukabumi dengan
istilah Landasan Hak Prioritas Lain kepada PT.Bogorindo Cemerlang melalui surat keterangan pada 30 Januari 2014 lalu tentang
pembahuruan HGU yang dikonversi menjadi HGB, jelas
sudah Kepala BPN Sukabumi turut bertanggungjawab bahwa pembaharuan HGU ke HGB
atas tanah negara di wilayah Kabupaten Sukabumi pada waktu sesingkat itu atas
dasar apa dan persetujuan siapa, sekali lagi penyidik kejaksaan lebih tau soal
itu” kata Hakim sambil mengurai senyum.
Namun,
Ketua GAPURA RI itu kembali menegaskan, persoalan lebih fatalnya terletak pada
tumpang tindih rekomendasi eks Bupati Sukabumi, Sukmawijaya, “ada apa antara
Pemerintah Desa dengan eks Bupati, Sukawijaya? Sebelumnya dari rentetan
persetujuan pemerintah pusat ke daerah, mantan Bupati Sukmawijaya itu
menyetujui dan mengeluarkan rekomendasi atasnama Kepala Daerah Pemda Sukabumi
sebanyak dua kali berturut-turut, pertama pada tanggal 28 Desember 2005 dan yang
kedua pada tanggal 7 Maret 2006, kedua rekomendasi itu isinya tidak jauh berbeda
terkait persetujuan
peruntukan
tanah bagi petani penggarap bahwa tanah seluas 19,37 Ha untuk Fasilitas Umum di Desa
Tenjojaya baik sarana penerangan, sarana pendidikan dan pemukiman, sementara tanah seluas 80 Ha
dipergunakan untuk penambangan galian C yang akan dimohon untuk menjadi Hak
Pengelolaan Lahan (HPL)
Pemda
Kabupaten
Sukabumi. Kedua tahapan rekomendasi ini turut disetujui oleh DPRD Kabupaten
Sukabumi pada tanggal 11 Januari 2013 lalu. Tiba-tiba eks Bupati Sukabumi, Sukmawijaya ini
kembali mengeluarkan rekomendasi dengan Nomor: 503.1/ 3268-BPMPT/ 2013 pada 30 Agustus 2013 kepada PT.Bogorindo Cemerlang untuk
penguasaan tanah seluas 450 Ha yang diatasnya terdapat hak garapan
petani warga Desa Tenjojaya seluas 299,433 Ha itu, ini masalahnya, wajar jika GAPURA mendesak
Kejati Jabar untuk segera periksa dan tahan eks Bupati Sukamawijaya, jangan
sampai pihak lain dikorbankan, itu saja” tegas Ketua Umum DPP GAPURA RI./ Hilman