Iklan

NENEK PENCURI KAYU DIPIDANAKAN, BOS PEMBAKAR HUTAN DIVONIS BEBAS

Wednesday, January 6, 2016, 5:43:00 AM WIB Last Updated 2022-02-13T15:20:44Z
masukkan script iklan disini
masukkan script iklan disini

Jakarta/MNi. Putusan Majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, Sumatera Selatan yang menolak seluruh gugatan perdata Pemerintah dan  memvonis bebas  PT Bumi Mekar Hijau di Ogan Komering Hilir atas tuntutan Pembakaran hutan di Sumatera Selatan tidak hanya membuat kecewa masyarakat Sumatera tapi juga rakyat Indonesia umumnya.  Tragisnya lagi, Parlas Nababan selaku Ketua Majelis Hakim PN Palembang mengeluarkan pernyataan yang membuat banyak pihak geram. Betapa tidak, menurut Parlas Nababan, membakar hutan tidak merusak lingkungan hidup karena masih bisa ditanami lagi.

Negara dalam hal ini kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kalah di Pengadilan karena anak anak perusahaan Sinar Mas Grup divonis bebas atas kasus pembakaran hutan seluas 20 ribu hektar itu. Masih ingat dalam benak rakyat Indonesia, nenek yang dituduh mencuri kayu bakar saja dihukum dengan pidana penjara, hal ketimpangan hukum inilah yang menyebabkan banyak pihak dari berbagai kalangan bereaksi keras terutama yang memberi perhatian kepada lingkungan  dan penegakan hukumnya.  Bahkan kalangan Komisi III DPR RI diketahui turut  meminta Komisi Yudicial untuk ikut turun tangan menyikapi keputusan majelis hakim PN Palembang yang dinilai melukai hati rakyat Indonesia.

Banyak rakyat dikatakan menderita karena asap baik kerugian sosial, ekonomi, bahkan cukup banyak balita dan anak anak-anak meninggal, lalu mengapa gugatan perdata  Kementrian Lingkungan hidup tersebut ditolak oleh PN Palembang dan memvonis bebas perusahaan pembakar hutan tersebut?. Kekhawatiran berbagai pihak akan adanya perang kepentingan, main mata dan kong kalikong, masih menonjol dalam kasus kasus pembakaran hutan dan lahan yang melibatkan korporasi besar. Dalam siaran persnya, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan, Hadi Jatmiko mengatakan, keputusan PN Palembang itu merupakan bukti ketidakseriusan negara dalam menindak pelaku perusakan lingkungan hidup. Padahal Undang-undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan tepatnya pada Pasal 49 dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya, “ada apa dengan para hakim sehingga membebaskan PT Bumi Kekar Hijau dari tuntutan penggugat (Kementrian LHK,Red) hanya dengan alasan pembakaran hutan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan karena masih tetap bisa ditanami dan tanaman tetap tumbuh subur, ini sangat sesat dan menunjukan bahwa majelis hakim tidak paham kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla,Red) di konsesi perusahaan.” kata Hadi dalam siaran persnya dari Palembang, Rabu kemarin.

Dalam konsesi menurut UU No 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup juga mewajibkan bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban menjaga keberlanjutan fungsi lingkungan hidup. Banyak pihak menilai, keputusan hakim PN Palembang menjadi preseden buruk bagi penegakkan hukum untuk perusahaan pembakar hutan dan lahan yang melibatkan ratusan perusahaan. Dalam catatan Kementerian LHK, dikatakan total luas hutan-lahan yang terbakar di Indonesia tahun 2015 mencapai 2,1 juta hektare (ha). Sementara itu, sekitar 838 ribu ha atau 40% dari total lahan dan hutan terbakar terletak di Sumatera Selatan dan 108.028 ha di antaranya berada di PT BMH. Angka ini lebih luas dari 2014 yang hanya 60 ribu ha dari 20 ribu ha yang digugat. Dalam putusannya, majelis hakim PN Palembang menganggap gugatan kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PT Bumi Mekar Hijau di Ogan Komering Hilir, tidak dapat dibuktikan, padahal, Kemeterian LHK telah menunjukkan bukti dan fakta di lapangan yang cukup kuat.

Kini, kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengajukan banding atas putusan mejelis hakim Pengadilan Negeri Palembang, Parlas Nababan, yang memutuskan PT Bumi Mekar Hijau (BMH) tidak bersalah atas kasus kebakaran hutan dan lahan (Kahutla) itu. Hal ini membuat Wakil Presiden Jusuf Kalla angkat bicara. Menurut Wapres Jusuf Kalla, pihak Istana pun mendukung penuh upaya banding dari kementerian KLH tersebut, “semua ada konsekuensi hukumnya, maka pemerintah dalam hal ini menyatakan banding” kata kata Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden RI, Jakarta Pusat, Rabu (06/01/2015). / Red


Komentar

Tampilkan

Terkini

advertorial

+