METRONews/
Sukabumi.
Kerugian negara yang diakibatkan dugaan adanya perampasan lahan pusat galian
pasir besi di Kecamatan Tegalbuleud, Kabupaten Sukabumi, diperkirakan mencapai
miliaran rupiah. Selain dugaan perampasan lahan, disinyalir adanya jual beli
Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Sukabumi. Disinyalir
adanya penipuan yang menyebabkan kehilangan surat berharga milik 168 warga
pemilik lahan, dan dugaan adanya AJB bodong pada lahan seluas 154 Ha, serta
penyalahgunaan prosedural pertambangan, membuat sekelompok pemuda dan mahasiswa
yang tergabung dalam LSM PM-GRIB Sukabumi meminta pihak Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) mengambil sikap. Hal ini diperkuat fakta adanya laporan hukum
atas kasus tersebut yang hingga kini belum juga ditanggapi serius baik oleh
pihak Polres maupun Kejaksaan Negeri Kabupaten Sukabumi, “sesuai prosedur, kami
bersama masyarakat pemilik lahan di Tegalbuleud masih menunggu sampai tiga kali
masa penyelidikan, katakanlah ultimatum, jika belum juga ada kejelasan maka
kami berusaha untuk menghadap Presiden dan meminta pihak KPK untuk turun
tangan” ungkap salah seorang anggota Pemuda dan Mahasiswa Gerakan Rakyat
Indonesia Baru (PM-GRIB) Sukabumi, Dian Herdinata kepada wartawan, Rabu kemarin.
Demi kepentingan masyarakat banyak, lanjut Dian, dia bersama jajaran
pengurus PM-GRIB Sukabumi lainnya bertekad tidak akan mundur walaupun organisasi
yang digelutinya telah berbenturan dengan banyak pihak, “Ketua kami di Sukabumi
kerap mendapat intimidasi bahkan bentrok fisik, tapi hal itu bukan menjadi
sebuah ukuran, masyarakat dan kami khususnya di jajaran pengurus dan anggota
akan selalu mendampingi beliau (Ketua,Red) untuk menuntaskan kasus ini walaupun
darah taruhannya demi membela kepentingan masyarakat kecil dan masyarakat
miskin yang sudah ditipu dan ditindas, hal ini sesuai dengan amanat pusat” tegas
Dian. Sebelumnya, organisasi PM-GRIB Sukabumi yang dibentuk oleh Ketua Umum DPP
GRIB Hercules Rosario Marshal pada 23 Januari 2012 itu, secara resmi melaporkan
kasus dugaan perampasan lahan hak milik warga seluas 154 Ha tersebut ke Polres
Sukabumi pada Jumat kemarin, “itu baru langkah awal” kata Dian.
Bukti hukum sebagai bahan laporan atas dugaan perampasan lahan tersebut,
diketahui tim MN diantaranya terdiri dari peta asli tanah Blok Tonggonglongok
Desa Tegalbuleud pada Tahun 1995 Nomor.29/ 1995 yang konon disebut-sebut hilang
dan sebuah peta berlogo china serta sebuah peta biru. Begitu juga tim MN
mendapati buku fotocopy Sertifikat Hak Milik sebanyak 168 buah, Surat Keputusan
(SK) BPN Kanwil Provinsi Jawa Barat Nomor: 4467/ HM/ KWBPN tentang Status
Kepemilikan Hak Atas Tanah Seluas 154 Ha dari jumlah Luas Lahan 2.256.754 M2,
“kami juga memiliki bukti proposal pengajuan pembebasan lahan untuk rencana
pengembangan satuan Kawasan Wisata Terpadu Ujung Genteng sebagai dasar
pembebasan lahan oleh PT.Mutiara Bumi Parahyangan (MBP,Red) pada Tahun 1994 di
Desa Tegalbuleud dan Desa Buniasih yang pada kenyataannya pada saat ini tidak
ada” tegas Dian Herdinata. Sebaliknya, menurut data yang dihimpun tim MN, pembebasan
lahan oleh perusahaan Hari Cader group itu melakukan pembelian SPPT dari luar
wilayah lalu obyek tanahnya ditempatkan di lahan 154 Ha tepatnya di pesisir
pantai Tonggonglongok atau sebelah selatan Ciparanje dan kemudian bekerjasama
dengan Perusahaan Daerah Aneka Tambang dan Energi (PD.ATE) Kabupaten Sukabumi
untuk melakukan galian tambang pasir besi saat ini, “kami bekerjasama dengan
dua perusahaan milik HC group” ungkap Direktur PD.ATE, Kurniawan, beberapa waktu
lalu.
Selain itu, tim MN juga mengetahui adanya bukti-bukti lain berupa daftar
nama pemilik lahan 154 Ha yang menyebutkan lahan hak miliknya beralih kepada
H.Jaya Permanasukma, Hani Oktaviani, Hj.Siti Habibah, Rahmawati Supria,
Suherman, Desi Susianti, Meliana, Apan Sopandi, Asep Sukandi, Bambang, Usep
Hamami, Deni Hermawan, dan Dede Mulyadi. Keterangan mantan Kepala Desa
Tegalbuleud, Jaludin Firman, yang menyebutkan proses awal yang seharusnya
ditempuh oleh perusahaan sebagai dasar untuk mendapatkan IUP seperti halnya milik
PD.ATE Kabupaten Sukabumi merupakan hasil rekayasa yang dilakukan oleh dirinya
sewaktu menjabat sebagai Kepala Desa Tegalbuleud, turut diperoleh tim MN. Hal
ini diperkuat dengan daftar nominatif pemilik tanah Blok Tonggonglongok sepadan
pantai yang dibuat pada tahun 2010 dan
diakui fiktif oleh Jaludin, “semua proses awal untuk mendapatkan IUP waktu itu,
semuanya fiktif, sepertihalnya yang dibuat untuk PD.ATE, saya tahu persis
karena saya kepala desanya saat itu” kata Jaludin.
masukkan script iklan disini
Bukti-bukti lain yang berhasil dihimpun tim MN diantaranya data
pembebasan lahan 154 Ha pada tahun 1995 oleh PT.Mutiara Bumi Parahyangan (MBP) dengan
menggunakan SPPT dari obyek tanah warga yang ada di Desa Calincing, Sumberjaya,
dan Tegalbuleud. Dalam waktu yang sama pada tahun 1995 tersebut, data yang
diperoleh tim MN juga memperoleh daftar nama-nama kelompok yang mengajukan
pembuatan sertifikatnya. Testimoni warga menyebutkan H.Jaya Permanasukma pada
saat itu sebagai calon pembeli dan terdapat beberapa orang nama sebagai tim
fasilitator diantaranya Atar, Anwar atau Rawing, Bob, H.Eji, dan Ismet, “itulah
biong-biongnya saat itu” kata Komar salah seorang pelaku hidup, saat ditemui di
rumah seorang warga pemilik lahan. Menggelikan lagi, sebelumnya (Tahun 1986,Red)
terdapat data tentang sebagian lahan di sepanjang pesisir pantai pasir besi itu
telah dibebaskan oleh PT. Bumi Lestari Abadi (BLA) milik Hari Cader Group untuk
Usaha Peternakan atau Tambak Udang. Sebaliknya, perusahaan itu kini diketahui
bekerjasama dengan PD.ATE untuk menggali pasir besi di atas lahan milik warga
tersebut, namun belum diketahui secara pasti surat penglepasan hak kepada warga
pemilik lahan, AJB tanah, dan bukti Hak Guna Usahanya. Selain surat-surat bukti
kepemilikan lahan, kepada tim MN, warga juga turut menyerahkan surat pernyataan
sertifikasi tanah Tegalbuleud seluas 154 Ha dari lahan seluas 2.246.754
m2 pada tahun 1995 sampai dengan
tahun 1997 kepada BPN
Kab.Sukabumi yang dilakukan terhadap 2 Blok
(bagian timur dan bagian
selatan, Red). Surat tersebut dilampirkan dengan bukti
kwitansi pembiayaan atas pengajuan atau penyelesaian sertifikatnya. Bukan hanya
itu, tim MN juga menemukan adanya surat penawaran dari H.Jaya Permanasukma
kepada Atar terkait rencana pembelian lahan seluas 154 Ha tersebut seharga Rp
650 per meter.
Belakangan terdapat
ijin lokasi yang dikeluarkan kepada salahsatu perusahaan oleh Badan Pelayanan
Perijinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sukabumi pada lampiran tertanggal 17 Maret 2010,
menyebutkan ijin lokasi milik PT.Tambang Abadi Sukses Sentosa bukanlah di lahan
seluas 154 Ha tersebut. Lalu mengapa lahan seluas itu diklaim jatuh ke tangan
perusahaan milik Hokiarto bahkan sudah dikonversi menjadi sertifikat HGB.?
Bahkan PT. Sumber Suryadaya Prima (SSP) juga dikecam melanggar aturan Pemerintah
Daerah tentang luas lahan yang tidak boleh melebihi 500 Ha, “pada kenyataannya
PT.SSP memiliki IUP lebih daripada 700 Ha, tidak hanya pihak perusahaan, tetapi
IUP dikeluarkan oleh pemerintah daerah maka aturan tersebut dibuat oleh
pemerintah untuk dilanggar juga oleh oknum aparat pemerintah sendiri” kata
Dian. Di lain pihak, terdapat adanya surat perjanjian kerjasama antara PD.ATE
Kabupaten Sukabumi dengan warga pemilik lahan 154 Ha yang konon menurut warga
surat tersebut dibatalkan pihak PD.ATE, namun pada kenyataannya, perusahaan
daerah tersebut bebas menggarap lahan hak milik warga, dalihnya sederhana, bekerjasama
dengan PT.MBP dan BLA. Bahkan limbah pabrik dari aktivitas galian pertambangan
pasir besi yang dilakukan PD.ATE turut merusak lahan pesawahan di sekitarnya
milik warga setempat, “itu bagaimana dengan prosedural Amdalnya (Analisis
Mengenai Dampak Lingkungannya) ?, padahal sesuai dengan peta IUPnya, lahan
tambang PD.ATE bukanlah di titik koordinat yang sekarang ditempatinya” ketus
Dian.
Dian Herdinata
selaku pengurus PM GRIB Sukabumi mengatakan lembaga organisasinya sedang
meminta bantuan pusat, “saat ini Ketua sedang berkoordinasi dengan pihak KPK
dan pihak-pihak lain di pusat untuk penyelesaian kasus ini, dalam waktu dekat
kami akan menghadap Presiden dan KPK, tinggal menunggu perintah dari Ketua”
tegas Dian. Sementara menurut Ketua PM GRIB Sukabumi A.Hakim Adonara, pihaknya belum
melangkah lebih jauh, “ya, kami sedang koordinasi dengan pihak KPK dan beberapa
lembaga hukum lainnya di pusat, kami melihat dulu kinerja aparat penegak hukum
di Sukabumi sambil menunggu perintah dari Ketua Umum GRIB Pusat. Yang jelas,
jika sudah tidak bisa ditangani minimal 2 bulan di daerah, maka KPK dan lembaga
pusat lainnya akan mengambil alih” kata Hakim./ Tim MN