masukkan script iklan disini
MNi/
Jakarta. Tragedi yang menyobek ulu hati para aktivis pejuang kebenaran terutama
warga di Kecamatan Pasiran, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur atas penganiayaan
dan pembunuhan aktivis Salim Kancil warga Desa Selok
Awar-Awar pada Sabtu (26/9/2015) kemarin, bak
membangkitkan memori luka lama rakyat Indonesia atas tragedi pembunuhan para
aktivis secara kejam dan sadis pada masa-masa sebelumnya. Presiden Joko Widodo
menyatakan rasa prihatinnya dan memerintahkan secara langsung kepada Kapolri
agar segera mengusut tuntas kasus pembantaian aktivis Salim dan rekannya Tosan itu,
“sangat disayangkan dan presiden pun prihatian atas kekerasan yang terjadi
terhadap konflik-konflik lahan agrarian seperti itu, nanti akan ada semacam
guidan kepada Polri supaya jangan menggunakan kekerasan terhadap
konflik-konflik lahan, seperti antara masyarakat dengan pengusaha” kata Kepala
Staf Presiden RI Teten Masduki kepapa wartawan di Instana pada Selasa
(29/09/2015).
Insiden pembantaian yang terjadi pada Sabtu (26/9/2015) kemarin
itu disebabkan aktivis Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa (FKMPD) Salim
dan rekannya Tosan menolak adanya penambangan pasir liar di desanya. Kejadian
tragis itu pertama kalinya menimpa Tosan yang diserbu oleh sekitar 40 orang dari
kelompok pro penambangan yang diduga kuat dibekingi pihak perusahaan tambang, “Tosan
dijemput paksa di rumahnya oleh puluhan orang yang membawa pentungan kayu,
celurit dan batu, lalu mengeroyoknya” kata Tim Investigasi Kontras Surabaya,
Fatkhul Khoir Fatkhul pada Senin (28/9/2015) kemarin. Tosan kemudian diseret ke
lapangan dan dihajar lalu digilas beberapa kali dengan sepeda motor para pelaku
sehingga Tosan mengalami luka berat dalam insiden itu. Tosan kemudian dilarikan
ke Puskesmas Pasiran untuk kemudian dirujuk ke RSUD Lumajang lalu ke RS
Bhayangkara Lumajang.
Setelah puas menghajar Tosan, para pelaku lalu bergerak mencari Salim
Kancil ke rumahnya. Kondisi Salim saat itu, kata Fatkhul, sedang menggendong
cucunya. Segerombolan orang yang diduga sebagai preman bayaran pengusaha
tambang itu lalu mengikat Salim dan menyeretnya menuju Balai Desa Selok
Awar-Awar yang berjarak kurang lebih 2 Km dari rumah Salim sambil dihajar dengan
senjata dan disaksikan para warga setempat yang ketakutan dengan aksi brutal
para preman itu. Sesampainya di dalam ruangan balai desa, terang Fatkhul,
aktivis Salim kemudian disetrum dengan alat listrik yang sudah dipersiapkan
sebelumnya oleh kelompok preman tersebut. Para perangkat desa hanya diam menyaksikan
adegan sadis yang menimpa Salim. Salim Kancil pun akhirnya tewas dalam posisi telungkup
di antara batu dan kayu yang berserakan di balai desa Selok Awar-Awar.
Pembantaian
aktivis Salim dan Tosan di Lumajang itu turut dinilai sebagai peristiwa sadis
oleh Kepala Staf Presiden RI Teten Masduki Staff. Presiden, kata Teten, telah
memerintahkan Kapolri untuk segera mengusut tuntas kasus pembantaian aktivis
yang menolak tambang liar tersebut, “Presiden sudah memerintahkan Kapolri untuk
mengusut kasus itu, kami sendiri dari kantor KSP akan memantau terus” tegas
Teten. Padahal sebelumnya, menurut Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang,
sebelum insiden brutal yang
menewaskan Salim, Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar,
Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, sudah mengadukan ancaman yang
dialamatkan kepada warga penolak tambang kepada pihak kepolisian, “pada Tanggal
11 September 2015, forum sudah melaporkan secara resmi ancaman terhadap Tosan
ke Polsek Pasirian, tetapi laporan itu tidak mendapatkan tanggapan atau tidak
diproses” katanya Tim Advokasi seperti yang dilansir Republika.co.id. Tim
Advokasi itu menjelaskan, penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan sudah
berlangsung lama./Cep