masukkan script iklan disini
MetronewsIndonesia, JAKARTA - Laporan Bank Indonesia pada
akhir kuartal I 2016 menyebutkan bahwa total Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia
meningkat 5,7% (yoy) mencapai USD 316 miliar atau sekitar Rp 4.277 triliun
(rata-rata kurs Rp 13.535/dolar AS pada kuartal I 2016). Penambahan utang luar
negeri tersebut juga disebabkan oleh tingginya utang luar negeri sektor publik
di era Pemerintahan Joko Widodo.
Bank Indonesia memaparkan bahwa utang luar negeri pemerintah
pada kuartal I 2016 mencapai USD 151,36 miliar atau sekitar Rp 2.048,65 triliun
(47,9% total utang). Utang sektor publik tersebut meningkat 14% (yoy) yang
berarti bahwa sejak kuartal I 2015 hingga kuartal I 2016, utang luar negeri
pemerintahan Jokowi meningkat tajam sebesar USD 44,24 miliar atau Rp 598,78
triliun.
Kondisi meningkatnya total utang luar negeri Indonesia ini
mendapatkan tanggapan serius dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia
(KAMMI). Kritik ini disampaikan oleh Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri PP
KAMMI, Adhe Nuansa Wibisono di Jakarta Selasa, (13/6/2016), seperti dikutip Metronewsindonesia, melalui release
yang diterima Panjimas.
“Presiden Jokowi telah melakukan kebohongan publik yang
nyata. Janji kampanye Jokowi pada pemilihan presiden yang lalu untuk mengurangi
utang luar negeri kemudian dibuktikan dengan meledaknya total utang Indonesia
yang mencapai Rp 4.200 triliun!”.
“Jokowi pernah berkata akan mengoptimalkan APBN secara
efisien dan tepat sasaran, dimana uang yang ada saja yang dibelanjakan tanpa
adanya tambahan utang luar negeri. Tapi data yang ada memperlihatkan bahwa
rezim Jokowi telah menambah utang luar negeri pemerintah sebesar hampir Rp 600
triliun”, tegas Wibisono.
Wibisono pun membandingkan ‘prestasi utang’ Jokowi dengan
rezim sebelumnya, “Ketika Soeharto berkuasa selama 30 tahun ia meninggalkan
utang pemerintah sebesar USD 53,86 miliar. Mari kita bandingkan dengan Jokowi
yang hanya membutuhkan waktu 1,5 tahun berkuasa untuk menghasilkan utang
pemerintah sebesar USD 44,24 miliar. Ini tandanya keadaan sudah gawat,
mahasiswa dan rakyat harus bersuara!”.
Kemudian Wibisono mengajukan pertanyaan, “Dengan total utang
luar negeri sebesar Rp 4.200 triliun dan penerimaan APBN hanya sekitar Rp 1.800
triliun. Berapa banyak pendapatan pajak Indonesia setiap tahun habis digunakan
hanya untuk membayar cicilan pokok utang dan bunga yang telah jatuh tempo?”.
Sepakat dengan kritik tersebut, Wakil Ketua Umum PP KAMMI,
Arif Susanto mendesak Jokowi untuk menghentikan kebijakan utang luar negerinya
karena mengancam kedaulatan ekonomi nasional.
“Jika utang luar negeri dijadikan sandaran utama sumber
pembangunan infrastruktur, maka Indonesia akan selalu menjadi negara yang
bergantung di bawah kendali negara asing atau lembaga internasional pemberi
utang, hal ini tentu mengancam kedaulatan ekonomi kita!”.
Arif juga menegaskan bahwa utang luar negeri akan memperkuat
dominasi negara asing untuk menguasai sumber daya alam, “Utang luar negeri akan
dijadikan alat pukul oleh negara pemberi pinjaman untuk dapat mendikte negara
pengutang seperti Indonesia. Dengan utang sebesar Rp 4.200 triliun, Asing dan
Aseng akan semakin leluasa mendikte pemerintahan Jokowi dalam penguasaan
kekayaan alam Indonesia”.